liveoakalabama.com – Rezim Bashar Al Assad yang telah berkuasa selama bertahun-tahun di Suriah akhirnya tumbang pada 8 Desember 2024. Kejatuhan rezim ini membuka pintu bagi berbagai kekuatan untuk mengisi kekosongan kekuasaan, termasuk militan Kurdi yang telah lama berjuang untuk mendapatkan otonomi di wilayah timur laut Suriah. Namun, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tidak tinggal diam. Ia mengancam militan Kurdi untuk meletakkan senjata atau akan dikubur bersama senjatanya di tanah Suriah.
Konflik antara Turki dan militan Kurdi telah berlangsung sejak 1984, dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Turki, Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa. YPG (Units for the Protection of the People), yang merupakan sayap militer PKK di Suriah, telah menguasai wilayah luas di Suriah yang berbatasan dengan Turki, yang dianggap sebagai ancaman keamanan oleh Ankara.
Erdogan, dalam pidatonya di hadapan anggota parlemen dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AK), mengatakan, “Para pemberontak harus menyerahkan senjata mereka atau akan kami kubur bersama senjatanya di tanah Suriah”410. Ancaman ini disampaikan setelah jatuhnya Assad, yang membuat Ankara semakin khawatir tentang keberadaan YPG di Suriah.
Kementerian Pertahanan Turki melaporkan bahwa pasukan bersenjata mereka berhasil menewaskan 21 militan YPG-PKK di Suriah Utara dan Irak dalam operasi terbaru4. Operasi militer ini menargetkan militan yang sedang bersiap melancarkan serangan di Suriah Utara. Militer Turki juga rutin melakukan operasi lintas batas yang menargetkan PKK di wilayah pegunungan Irak Utara, tempat kelompok tersebut memiliki beberapa basis4.
Situasi ini semakin kompleks dengan adanya dukungan internasional yang berbeda. YPG, yang merupakan komponen utama dari Pasukan Demokratik Suriah (SDF), mendapat dukungan dari AS, yang menambah ketegangan antara Turki dan sekutu NATO-nya tersebut4. Di sisi lain, Israel juga menunjukkan dukungan kepada militan Kurdi, yang menambah kekhawatiran Ankara tentang kemungkinan pembentukan negara boneka Kurdistan di timur Efrat2.
Dengan runtuhnya rezim Assad dan mundurnya pendukung utamanya, Iran dan Rusia, Ankara melihat taruhan bola peluang untuk akhirnya menghapus ancaman YPG. “Saat ini tidak ada Rusia, tidak ada Iran. Ini adalah kesempatan bagi Turki untuk melawan PKK dan YPG,” kata Bilgehan Alagoz, profesor hubungan internasional di Universitas Marmara, Istanbul2. Namun, tantangan diplomatik juga meningkat, terutama dengan kemungkinan bentrokan dengan AS dan kelompok-kelompok lain yang kini menguasai Suriah.
Ancaman Erdogan terhadap militan Kurdi di Suriah menunjukkan tekad Turki untuk menghapus ancaman keamanan dari YPG dan PKK. Dengan jatuhnya rezim Assad, Turki melihat peluang untuk mengatasi masalah ini, tetapi juga menghadapi tantangan diplomatik dan militer yang signifikan. Bagaimana Turki menavigasi situasi ini akan menjadi kunci bagi stabilitas di wilayah tersebut di masa depan.